Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 April 2011

Teori Behaviorisme dan Konstruktivisme


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap berkat latihan dan pengalaman. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan dan dalam waktu yang tak dapat ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satu hal sudah pasti bahwa belajar yang dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh I’tikad dan maksud tertentu.
Pemahaman guru akan pengertian dan makna belajar akan mempengaruhi tindakannya dalam membimbing siswa untuk belajar. Guru yang hanya memahami belajar hanya agar murid bisa menghafal tentu beda cara mengajarnya dengan guru yang memahami belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku.Untuk itu guru penting memahami pengertian belajar dan teori-teori belajar.
W.H. Burton mendefinisikan belajar: Belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari pengertian tersebut ada kata “change” maksudnya bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku baik dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills) atau dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (affektif), dan ketrampilan (psikomotor). Sedang Ernest R. Hilgard dalam B. Simandjuntak dan IL. Pasaribu mengemukakan “Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan karena reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obat-obatan”.
Teori belajar pada umumnya dibagi menjadi beberapa golongan, dengan mempelajari teori belajar guru dapat memahami dasar proses belajar beserta dalil-dalilnya sehingga guru dapat memanajemen proses belajar mengajar.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Pengertian
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
            Menurut teori belajar behavioristik atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu control instrumental yang berasal dari lingkungan. Beberapa ilmuwan yang termasuk pendiri sekaligus penganut behavioristik antara lain adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.
Kerangka Berfikir Teori
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme
·        Obyek psikologi adalah tingkah laku
·        Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
·        Mementingkan pembentukan kebiasaan
Tokoh
1.      Ivan P. Pavlov (1849-1936)
Teori Pavlov dikenal dengan responded-conditioning atau teori classical conditioning. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar.
2.      Edwin Gutrie (1935-1942)
Teori Pavlov dikembangkan oleh Guthrie, ia berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah, tingkah laku baik dapat diubah menjadi buruk dan sebaliknya. Teori Guthrie berdasarkan atas model penggantian stimulus satu ke stimulus yang lain. Respon atas situasi cenderung diulang, bilamana individu menghadapi situasi yang sama. Tiga metode pengubahan tingkah laku yang dikemukakannya:
·        Metode respon bertentangan, jika dilakukan secara berulang-ulang maka seseorang akan terbiasa dan mau menerimanya.
·        Metode membosankan, apabila diberikan secara terus menerus maka seseorang akan bosan dan berhenti dengan sendirinya.
·        Metode mengubah lingkungan, jika bosan belajar maka ubahlah lingkunganna dengan suasana yang lebih nyaman.
3.      Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut juga teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasi terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Thorndike menemukan hukum kesiapan (law of readiness), hokum latihan (law of exercise), dan hokum akibat (law of effect).
4.      Watson (1970)
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson. Setelah mengadakan serangkaian eksperimen ia menyimpulkan, bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus yang diterima. Menurut Watson, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Ia lebih memilih untuk tidak memikirkan hal-hal ang tidak bisa diukur, meskipun tetap mengakui bahwa semua hal itu penting.
5.      Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap negative reinforcement merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning.
Operant conditioning menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
6.      Clark Hull
Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup. Karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan biologis menempati posisi sentral. Stimulus ala Hull selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, meskipun respon mungkin akan bermacam-macam bentuknya. Implikasi praktisnya adalah guru harus merencanakan kegiatan belajar berdasarkan pengamatan ang dilakukan terhadap motivasi belajar yang terdapat pada siswa.

2.      TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Pengertian
Teori yang dikenal dengan Constructivist Theories of Lerning menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dan Retno,2000:2).
Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut.
Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Tokoh
Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme. Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Teori konstruktivisme didasari oleh ide-ide Piaget, Bruner, Vygotsky dan lain-lain. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna, pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.

3.      PERBEDAAN ANTARA TEORI BELAJAR BEHAVIORISME DAN KONSTRUKTIVISME
Teori behavioristik dalam perkembangannya mendapat kritik dari para teoritisi dan praktisi pendidikan. Menurut para pengkritik, teori ini tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal di dunia pendidikan yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus respon. Sebagai contoh: tidak selalu stimulus mampu mempertahankan motivasi belajar seseorang. Kritik juga diarahkan pada kelemahan teori ini yang mengarahkan berfikir linier, konvergen dan kurang kreatif, termasuk masalah shaping (pembentukan) yang cenderung membatasi keleluasaan untuk berfikir dan berimajinasi.
Pada dasarnya teori konstruktivisme menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centred daripada teacher centered. Sebagaian besar waktu belajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
PERBANDINGAN
Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran
Pengetahuan: objektif, pasti, tetap
Pengetahuan : non- objektif, temporer, selalu berubah
Belajar: perolehan pengetahuan
Belajar: pemaknaan pengetahuan
Mengajar: memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar
Mengajar: menggali makna
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan
Mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
Si pembelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dipelajari
Si pembelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari
Segala sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi.
Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi
Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu.
Kitalah yang memberi makna terhadap realitas
Masalah Belajar dan Pembelajaran
Keteraturan
Ketidakteraturan
Si pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara ketat
Si pembelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial
Kebebasan merupakan unsur yang sangat esensial
Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai KESALAHAN, HARUS DIHUKUM
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu DIHARGAI
Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri si Pembelajar
Kontrol belajar dipegang oleh si Pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan
Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari
Tujuan pembelajaran menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran
Keterampilan terisolasi
Penggunaan pengetahuan secara bermakna
Mengikuti urutan kurikulum ketat
Mengikuti pandangan si Pembelajar
Aktivitas belajar mengikuti buku teks
Aktivitas belajar dalam konteks nyata
Menekankan pada hasil
Menekankan pada proses
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi
Respon pasif
Penyusunan makna secara aktif
Menuntut satu jawaban benar
Menuntut pemecahan ganda
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar


Perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional (behavioristik) dengan pembelajaran konstruktivistik, adalah sebagai berikut:

 Teori Behavioristik
 Teori Konstruktivistik
 1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
 1. Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju kebagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
 2. Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
 2. Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
 3. Kegiatan kurikuler lebih banak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan. 
 4. Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.
4. Siswa dipandang sebagai pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya. 
 5. Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pembelajaran dengan cara testing.
 5. Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
 6. Siswa-siswi biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada grup proses dalam belajar.
 6. Siswa-siswi banyak belajar dan bekerja di dalam grup proses.


BAB III
KESIMPULAN
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Teori Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Hal ini berdampak terhadap landasan teori belajar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Semula teori belajar dalam pendidikan Indonesia, lebih didominasi aliran psikologi behaviorisme. Akan tetapi saat ini, para pakar pendidikan di Indonesia banyak yang menyerukan agar landasan teori belajar mengaju pada aliran konstruktivisme.

DAFTAR PUSTAKA
Eveline Siregar, dkk. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. MKDK FIP Universal Negeri Jakarta. Jakarta:2007
Sjukma Sjam, dkk. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Prasse. Jakarta:2000

0 komentar:

Posting Komentar

Tanda Tangan