Total Tayangan Halaman

Kamis, 22 Desember 2011

Financial Reporting Disclosure Requirements and Ethical Responsibilities


Chapter 17
“Financial Reporting Disclosure Requirements and Ethical Responsibilities”

Mata Kuliah : Teori Akuntansi

Kelompok 9 :
  1. Rafika Khairunnisa                 8155080460
  2. Rachmayanti                           8155082755
  3. Mulyana                                  8155082777
  4. Adriana Chrisanthy                 8155083575
  5. Ayu Megawati                        8155083580
Pend. Akuntansi Reguler 2008
FE UNJ

Case 17-2 Ethical Dilemma

Montgomery barbara adalah auditor pertama tahun untuk tembaga dan meningkat, sebuah perusahaan akuntansi yang besar publik. dia telah ditugaskan untuk audit dari lake brothers, toko-toko pakaian pengecer di seluruh negara bersatu. audit ini telah terbukti merepotkan di masa lalu, dan selama pertemuan sebelumnya staf audit, Cooley robert, pengawas pada audit mengatakan "kita akan diminta untuk bekerja beberapa jam 'off jam' setiap minggu sampai audit ini selesai "Dia. juga mengamati bahwa klien adalah meletakkan banyak tekanan pada perusahaan untuk mempertahankan tingkat yang dapat diterima biaya.
Barbara baru saja ke sekolah pelatihan staf, di mana ia menekankan bahwa tidak pengisian klien selama berjam-jam benar-benar bekerja merupakan pelanggaran terhadap tembaga dan meningkat kebijakan ketenagakerjaan, pelanggaran yang dapat menyebabkan dia diberhentikan. dia juga tahu bahwa personel hanya staf dibayar lembur dan yang supervisor dievaluasi pada berhasil menyelesaikan audit dalam audit anggaran yang diijinkan. barbara membahas masalah dengan buluh john, seorang akuntan staf tahun kedua. john berkata, "jangan khawatir, jika Anda pergi bersama tak seorang pun akan mengetahui dan robert akan memberikan evaluasi yang baik." john juga mengatakan bahwa robert sangat sangat dihargai oleh para anggota senior perusahaan dan kemungkinan besar akan dipromosikan menjadi manajer dalam waktu dekat.
Diminta :
a.    Apakah etis untuk barbara untuk bekerja jam dan tidak membebankan mereka untuk klien tidak, Namun profesi akuntansi harus berupaya untuk memperbaiki persepsi ini, dan kode etik profesional harus dilihat sebagai titik awal dalam menentukan perilaku etis accoutants profesional. juga mungkin perlu untuk meninjau kembali cakupan layanan karena masalah ini sama terdeteksi beberapa kekhawatiran berbagai layanan yang ditawarkan oleh Kantor Akuntan Publik untuk klien yang sama. ini dan isu lain yang kesulitan masyarakat harus diselesaikan dalam rangka untuk akuntansi untuk terus melayani fungsi pengawas publik dengan cara yang diterima oleh masyarakat.

Debate 17 -1 Pertimbangan Etis Pembiayaan Off – Balance Sheet
Snappy Corporation membuat perjanjian sewa dengan Long Leasing. Long mensyaratkan bahwa sewa harus memenuhi syarat sebagai penjualan. Snappy dapat mengisi kebutuhan ini dengan baik dan menjamin nilai sisa sendiri atau memiliki pihak ketiga yang menjamin nilai residu. Jaminan diri dari nilai sisa akan menghasilkan sewa modal untuk Snappy. Jaminan pihak ketiga akan memungkinkan Snappy melaporkan sewa sebagai sewa operasi (pembiayaan off balance sheet).
Team 2 Berdebat untuk memperlakukan sewa sebagai sewa operasi. Argumen Anda harus mempertimbangkan definisi unsur terkait laporan keuangan yang ditemukan di SFAC No 6, perwakilan kesetiaan dan substansi dan bentuk transaksi sewa guna usaha. Selain itu, membahas implikasi etis dari memilih alternatif ini sebagai lawan dari sewa guna usaha.
Elemen-elemen Laporan Keuangan.
SFAC No. 6 menetapkan sepuluh elemen utama laporan keuangan. Cakupannya bukan hanya perusahaan yang berorientasi laba, tetapi juga organisasi nirlaba. Elemen-elemen laporan keuangan bagi organisasi yang berorientasi laba meliputi 10 macam, yaitu : aktiva, kewajiban, ekuitas, investasi oleh pemilik, distribusi kepada pemilik, laba komprehensif, pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Adapun bagi organisasi nirlaba ada 7 macam, yaitu : aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian.
Sewa (lease) adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali. Transaksi sewa guna usaha dikelompokkan sebagai capital lease apabila memenuhi criteria sebagai berikut :
  • Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
  • Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa dapat menutup pengembalian biaya perolehan barang modal yang disewa guna usaha beserta bunganya sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha.
  • Masa sewa guna usaha minimal dua tahun
Transaksi sewa guna usaha yang tidak memenuhi kriteria tersebut di atas dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease).
Sewa pembiayaan (finance lease) adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi) disebut juga Service Lease. Dalam jenis ini, Lessor membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada Lessee. Berbeda dengan Finance Lease, jumlah seluruh pembayaran Leasing berkala dalam Operating Lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena Lessor mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak Sewa Guna Usaha lainnya. Dalam Leasing jenis ini, dibutuhkan keahlian khusus dari Lessor untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang sudah disewagunausahakan kembali.
Ciri-ciri dari Operating Lease adalah sebagai berikut :
1.    Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek dari umur ekonomis barang modal. Atas dasar perhitungan tersebut, Lessor dapat memetik keuntungan dari hasil penjualan setelah kontrak berakhir.
2.    Barang modal yang menjadi objek Operating Lease, biasanya barang yang mudah dijual.
3.    Jumlah sewa secara berkala (angsuran) yang dibayar oleh Lessee kepada Lessor lebih kecil daripada harga barang ditambah keuntungan yang diharapakan Lessor (non full payout)
4.    Segala resiko ekonomi (kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan) atas barang modal ditanggung oleh Lessor.
5.    Kontrak Operating Lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh Lessee dengan mengembalikan barang modal kepada Lessor.
6.    Setelah kontrak berakhir, Lessee wajib mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor.


1 komentar:

Tanda Tangan